Friday, 26 April 2024

Berita

Berita Utama

Adakan FGD Pembenahan Tata Kelola ABK, Kepala BP2MI: Atur dan Tata Kembali Pelindungan PMI dari Hulu Hingga Hilir secara Tuntas

-

00.06 3 June 2021 1825

Adakan FGD Pembenahan Tata Kelola ABK, Kepala BP2MI: Atur dan Tata Kembali Pelindungan PMI dari Hulu Hingga Hilir secara Tuntas

Jakarta, BP2MI (3/6) - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) melalui Direktorat Pelindungan dan Pemberdayaan Kawasan Amerika dan Pasifik mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Tata Kelola Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, khususnya untuk Pelaut Awak Kapal dan Pelaut Perikanan) di Hotel Crowne Plaza, Jakarta, Kamis (3/6/2021). 

Kegiatan ini didasari oleh UU No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Pasal 4 yang memandatkan perihal Pelaut Awak Kapal dan Pelaut Perikanan, bahwa ABK adalah Pekerja Migran Indonesia (PMI).

"Momentum ini harus kita maksimalkan untuk mengatur dan menata kembali dari aspek paling fundamental, yakni aspek pelindungan ABK, penataan PMI ABK dari hulu hingga hilir secara tuntas," ungkap Kepala BP2MI, Benny Rhamdani dalam sambutannya. 

Ditambahkan oleh Benny bahwa dibutuhkan adanya sinergi, kerja sama, kolaborasi, bukan hanya Pemerintah, tapi semua pihak, baik Pemerintah, NGO yang mewakili masyarakat sipil dan juga pelaku usaha, atau manning agency, yang semuanya adalah mitra strategis pemerintah, untuk bersama-sama merealisasikan mandat UU No. 18/2017. Untuk melaksanakannya, perlu kesadaran ideologis dan komitmen pada kepentingan Merah-Putih, bukan ego sektoral. 

"Kita harus bersama-sama untuk merealisasikan mandat Pasal 64 UU No. 18/2017 yang mengatur peraturan pelaksanaan UU No.18/2017 di mana secara jelas dan tegas menetapkan bahwa penetapan peraturan pelaksana dari UU No. 18/2017 seharusnya sudah selesai 22 November 2019 lalu (sudah terlambat 1 tahun 7 bulan), termasuk salah satunya Peraturan Pemerintah yang mengatur Tata Kelola Awak Kapal Perikanan Migran dan Awak Kapal Niaga Migran. Dan sebelum peraturan tersebut disahkan, BP2MI berencana akan mengatur secara teknis melalui Peraturan Badan," jelas Benny. 

BP2MI sejauh yang dimandatkan UU telah bekerja semaksimal mungkin, dengan kewenangan yang dimiliki, BP2MI telah menerima, dan menindaklanjuti pengaduan perihal persoalan yang dialami PMI ABK. Tercatat dari 1 Januari 2018 hingga 31 Mei 2021, terdapat 415 kasus ABK yang diadukan ke BP2MI yang didominasi aduan eksploitasi. 

"Saya langsung membawa dan melimpahkan kasus-kasus tersebut ke Bareskrim Polri, bekerja sama dengan K/L terkait, termasuk seluruh kasus hasil penggerebekan yang sudah 24 kali dilakukan oleh BP2MI pusat dan 16 kali dilakukan oleh UPT BP2MI di daerah. Selain itu, BP2MI juga menangani 432 pengaduan kasus PMI sea-based dan menangani kepulangan 22.577 ABK sampai akhir tahun 2020," tambah Benny. 

Sebagai bagian dari Pemerintah, tentu BP2MI sebagai pelaksana kebijakan, menjadi garda depan pengaduan PMI ABK ini. Kita mesti jujur bahwa tata kelola penempatan dan pelindungan ABK ini masih carut marut, masing-masing K/L memiliki kewenangan yang saling berhimpit, bahkan tumpang tindih. 

Sebagai bentuk komitmen nyata BP2MI terhadap pelindungan PMI ABK ini, BP2MI telah mengeluarkan kebijakan moratorium penempatan PMI Pelaut Perikanan sejak tahun 2015 melalui SE No.01/2015 tentang Penundaan Pelayanan TKI Pelaut Perikanan/TKI Nelayan (16/3/2015), yang hingga saat ini masih berlaku, kecuali penempatan PMI Pelaut Perikanan di Laut Teritorial Taiwan dan Korea Selatan dengan penjaminan standar gaji, bonus, asuransi kesehatan dan jiwa, mess yang layak, dan kualifikasi PMI. 

"Dalam perjalanan penyusunan RPP tersebut sejak 2017, BP2MI dilibatkan dalam pembahasan-pembahasan yang dilakukan, dan sejak saya menjabat, kami dilibatkan dalam dua kali Rapat Koordinasi Tingkat Menteri pada bulan Mei 2020 yang dipimpin oleh Bapak Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk membahas tentang percepatan penyelesaian RPP tersebut.

Terdapat tiga catatan kritis BP2MI terhadap pembahasan RPP tersebut, yaitu pertama, hilangnya kewenangan BP2MI dalam membuat Petunjuk Teknis tentang Penempatan Awak Kapal Niaga Migran dan Petunjuk Teknis tentang Penempatan Awak Kapal Perikanan Migran pada dokumen RPP yang diharmonisasi. Kedua, masa transisi yang terlalu lama untuk peralihan SIUPPAK menjadi SIP3MI, dimana masa peralihan tersebut adalah 2 tahun. Dan yang ketiga, masalah ego sektoral yang masih terasa dalam pembahasan RPP yang menentukan nasib para anak bangsa yang melaut di luar Indonesia untuk mencari nafkah.

"Semoga FGD ini dapat membuahkan hasil, mendorong pembenahan tata kelola Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran secara menyeluruh sekaligus menjadi pengayaan substansi Peraturan yang akan disusun BP2MI terkait Perlindungan ABK," tutup Benny. 

Hadir memaparkan laporan kegiatan, Plt. Deputi Bidang Pelindungan dan Pemberdayaan Kawasan Amerika dan Pasifik, Dwi Anto. Dalam diskusi panel, hadir narasumber, Ahli Hukum Tata Negara, Said Salahudin; Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Komisaris Besar Polisi Capt. Hermanta; serta Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan RI, Suhartono; dengan moderator Ach. Ilyas Pangestu. Turut hadir perwakilan dari Kemenko Maritim dan Investasi, Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kemenko Pulhukam, BPJS Ketenagakerjaan, Serikat Pekerja Perikanan Indonesia, serta UPT BP2MI daerah. ** (Humas/MIT/cie)