ASPATAKI Siap Dukung Pembebasan Biaya Penempatan PMI
-
Jakarta, BP2MI (5/6) - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani melakukan audiensi dengan Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (ASPATAKI) membahas pembebasan biaya penempatan untuk Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Sekertaris Jendral (Sekjen) ASPATAKI, Filius Yandono mengatakan, ASPATAKI siap mendukung pembebasan biaya penempatan (zero cost) untuk penempatan Pekerja Migran.
"Pembebasan biaya kita dukung, ini suatu perubahan yang bagus, kita akan melihat dan berikan masukan dan juga hambatannya. Kita sudah dikusikan dengan Kepala BP2MI. Intinya akan kita dukung karena ini sudah sesuai dengan peraturan yang ada. Kita beruntung sekali dapat diberikan kesempatan audiensi bersama Kepala Badan," jelasnya di Jakarta, Jumat 5/6/2020.
Lanjut Filius, ASPATAKI juga akan membantu sosialisasi tentang pembebasan biaya ini kepada para PMI dan seluruh anggota ASPATAKI. Bisa dikatakan, ASPATAKI mewakili hampir 70 persen penempatan Pekerja Migran yang ada.
ASPATAKI juga telah memberi masukan agar Sistim Komputerisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (SISKOP2MI) untuk tetap dipertahankan. Ini menjadi masukan penting agar proses penempatan dan pelindungan PMI tetap berjalan sesuai dengan sistem. Ke depannya SISKOP2MI juga bisa terkoneksi dengan Perwakilan RI di negara penempatan.
"Kita tahu bahwa bidang tenaga kerja ini bidang swasta. ASPATAKI akan siap membantu dan bekerja bersama BP2MI Dengan semangat Kepala Badan bisa mengkomunikasikan dengan baik bersama Kementerian," ujarnya.
Terkait rencana relaksasi penempatan, lanjut Filius, ASPATAKI juga akan mendukung sepenuhnya rencana ini. Beberapa sektor secara bertahap sudah mulai relaksasi. Untuk itu, bagi PMI yang ingin bekerja, tentunya siapkan dokumen jati diri dan kompetensi.
Menurut Filius, saat ini terdapat sebanyak 111 anggota ASPATAKI aktif yang menempatkan para PMI ke wilayah Asia Pasifik seperti Taiwan, Hongkong, Singapura dan ke Timur Tengah.
"Kita mendapat pertanyaan dengan kondisi seperti sekarang ini, kita ingin cepat bekerja dan bisa normal kembali. Beberapa negara yang sudah mulai membuka seperti Taiwan, kita khawatir pengguna di sana membatalkan visa dan akan memilih tenaga kerja asing dari negara lain" katanya. **(Humas/MH)