Thursday, 18 April 2024

Berita

Berita Utama

Perkuat Konsistensi dan Keseriusan Perang Terhadap TPPO, Kepala BP2MI Hadiri Rapat Koordinasi Komnas HAM

-

00.03 6 March 2023 1417

Perkuat Konsistensi dan Keseriusan Perang Terhadap TPPO, Kepala BP2MI Hadiri Rapat Koordinasi Komnas HAM

Jakarta, BP2MI (6/3) – Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani menghadiri undangan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) dalam Rapat Koordinasi Antar Kementerian dan Lembaga Terkait Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Yang Berpersepektif HAM, Senin (6/3/2023).

Bertempat di Kantor Komnas HAM RI Jakarta, Rapat Koordinasi (Rakor) ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai Kementerian/Lembaga Negara Republik Indonesia, yaitu Bareskrim Polri, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), serta Badan Pembinaan Hukum Tentara Nasional Indonesia (Babinkum TNI). 

Rakor ini sebagai tindak lanjut dari banyaknya pengaduan yang masuk ke Komnas HAM di awal tahun 2023 mengenai TPPO, serta tindak lanjut dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2023, tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Tahun 2020-2024.

Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM, Anis Hidayah, mengungkapkan bahwa sejak Perpres 19/2023 dibentuk, penanganan TPPO masih belum optimal meskipun perdagangan manusia menjadi salah satu isu prioritas di Komnas HAM. Ia prihatin karena sebagian besar pengaduan yang masuk ke Komnas HAM adalah perempuan.

“Kasus TPPO seakan tidak berkurang secara signifikan. Kita bahkan sudah menyuarakan Indonesia darurat perdagangan orang, baik dari lembaga kami sendiri, maupun lembaga lain seperti Kemenlu maupun BP2MI. Kita berharap Rakor ini menghasilkan strategi dan perspektif ke depan dalam penanganan TPPO,” ujarnya.

Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, mengapresiasi Rakor yang diselenggarakan bersama dengan berbagai lembaga terkait ini. Menurutnya, harus diakui ada kelemahan sistem dan kurangnya konsisten keseriusan oleh lembaga terkait dalam penanganan TPPO.

“Data yang kita punya menyatakan bahwa dari 9 juta Pekerja Migran Indonesia (PMI), 4.6 juta PMI ditempatkan kerja secara tidak resmi. 90% korban eksploitasi PMI adalah dari penempatan tidak resmi tersebut, serta menkonfirmasi Bu Anis, 80% korbannya adalah perempuan,” papar Benny sebagai narasumber, yang di dampingi oleh Sekretaris Utama BP2MI, Rinardi; serta Kepala Biro Hukum dan Humas BP2MI, Hadi Wahyuningrum.

Lanjutnya, dalam upaya memberantas TPPO, Benny telah menempuh berbagai upaya seperti menyelenggarakan Memorandum of Understanding (MOU) kepada TNI, Polri, PPATK, Kejagung, Menkopolhukam, serta berbagai lembaga terkait.

“Kerjasama dengan para lembaga negara yang strategis tersebut, untuk mengikat komitmen penegak hukum menumpas para sindikat dan calo yang bahkan dibekingi oleh oknum beratribut aparat berseragam. Sejak saya menjabat, telah dibentuk Satuan Gugus Tugas (Satgas) Sikat Sindikat sebagai komitmen memerangi sindikat, meskipun mempunyai wewenang yang terbatas,” ujarnya.

Selain kerjasama antar Kementerian/Lembaga Negara, Benny juga terus mengedukasi masyarakat tentang modus operandi para calo dan sindikat. Tak henti-henti dalam sambutan dan pidatonya di setiap kegiatan, Benny selalu memberikan potret kelam PMI yang tidak berangkat secara resmi, seperti eksploitasi jam kerja yang tidak wajar, gaji yang tidak dibayar, kekerasan, pelecehan, dan sebagainya.

“Eksploitasi tersebut disebabkan tidak ada kontrak kerja yang jelas sebelum berangkat, tidak ada kewajiban bagi pemberi kerja untuk memberikan kelayakan, itu salah satu bahaya penempatan tidak resmi,” tuturnya.

Benny juga menyoroti tentang perbedaan perspektif antara penegak hukum yang berhasil menjatuhkan vonis kepada pelaku kejahatan TPPO. Ia mencontohkan Nurbaeti, seorang calo sindikat yang meraup untung milyaran rupiah, tetapi di mata perspektif hukum yang berbeda, nurbaeti hanya dihukum dua tahun saja. Menurutnya, hukuman itu tergolong rendah.

“Negara ini darurat perdagangan manusia, TPPO tidak terjadi satu-dua tahun terakhir, tapi telah terjadi puluhan tahun lamanya. Regulasi sudah jelas, instrumen sudah ada, aparat sudah siap, negara jangan sampai kalah oleh sindikat perdagangan manusia, kita butuh keseriusan dan konsisten masing-masing lembaga!” tegas Benny.** (Humas/MIF/BJG)