Wednesday, 24 April 2024

Berita

Berita Utama

Tinjau Kondisi PMI di RPTC Tanjungpinang, Kepala BP2MI Soroti Kekerasan PMI dan Kemungkinan Moratorium ke Malaysia

-

00.05 12 May 2021 1941

Tinjau Kondisi PMI di RPTC Tanjungpinang, Kepala BP2MI Soroti Kekerasan PMI dan Kemungkinan Moratorium ke Malaysia

Tanjungpinang, BP2MI (12/5) - Kepala BP2MI Benny Rhamdani meninjau kondisi Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Rumah Penampungan Trauma Center (RPTC) Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Rabu (12/5/2021). Sebelumnya kemarin, Selasa (11/5/2021) Kepala BP2MI telah menjemput langsung 145 PMI deportasi dan repatriasi dari Detensi Tahanan Imigrasi (DTI) Johor Bahru, Malaysia. Sebanyak 115 PMI deportasi ditampung di RPTC Tanjung Pinang. 

Kepala BP2MI berbincang dengan 115 PMI tersebut dan mendapati bahwa mereka mendapatkan tindak kekerasan selama berada di DTI Johor Bahru. 

"Selama berada di DTI Johor Bahru, para PMI ini mengalami tindak kekerasan. Bukan hanya itu, tapi juga diambil barangnya dan disuruh membayar sejumlah biaya untuk dapat keluar tahanan. Mereka dihina secara individu, sampai menghina juga pemerintah Indonesia. Hal ini tentu sangat disayangkan. Padahal bisa dikatakan bahwa Malaysia-lah yang sangat memerlukan tenaga PMI kita. Untuk ke depannya mungkin kita bisa memikirkan opsi untuk menerapkan moratorium PMI ke Malaysia," terang Kepala BP2MI. 

Mengambil inisiatif, Kepala BP2MI menghubungi Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono melalui sambungan video call. Dalam video call tersebut, Kepala BP2MI menyampaikan keluhan para deportan agar menjadi pertimbangan langkah perbaikan di Malaysia, sehingga apa yang dikeluhkan oleh para deportan tidak terulang.

"Masalah tahanan yang berada di depo imigrasi Malaysia dapat segera diselesaikan karena sebagian besar dari mereka telah menyelesaikan hukumannya. Menahan mereka lebih lama dari yang seharusnya sama saja menghukum dua kali dan ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia," tegas Hermono.

Dalam rangka mempercepat deportasi ini, Dubes Hermono menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia atas dasar pertimbangan kemanusian telah menawarkan "burden sharing" atau berbagi tanggung jawab biaya memulangkan mereka secepatnya. Sayang tawaran Indonesia justru ditolak oleh Malaysia, padahal Indonesia akan menanggung biaya yg lebih besar, meskipun tanggung jawab memulangkan tahanan imigrasi buka tanggung jawab Pemerintah Indonesia. 

Untuk itu, Dubes Hermono menegaskan kepada Kepala BP2MI bahwa Pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan sejumlah opsi kebijakan agar masalah seperti ini tidak terus berulang, dan terhadap opsi moratorium penempatan PMI ke Malaysia, Dubes Hermono sependapat dan mendukung Kepala BP2MI.

"Opsi tersebut perlu dipertimbangkan sampai kita yakin bahwa PMI kita mendapatkan perlindungan sebagaimana mestinya. Saya juga ingin menekankan pentingnya stakehokders di dalam negeri agar memiliki komitmen untuk mencegah PMI nonprosedural karena pada akhirnya akan menyengsarakan saudara kita di negara penempatan," jelas Dubes Hermono. 

Terhadap PMI yang bekerja di sektor perkebunan di Malaysia, Benny akan berbicara kepada Menteri BUMN, terkait dengan lahan-lahan yang dimiliki PTPN agar pekerja perkebunan di Malaysia ditarik kembali ke Indonesia dan bekerja di BUMN-BUMN perkebunan. "Bangunkan perumahan-perumahan bagi pekerja di area perkebunan tersebut, kita tarik mereka (PMI perkebunan - red), saya yakin akan bangkrut perusahaan-perusahaan sawit di Malaysia," tegas Benny

Selaras dengan itu, dilanjutkan oleh Kepala BP2MI di hadapan 145 PMI di RPTC bahwa permasalahan PMI ini berawal dari hulu, jauh sebelum mereka berangkat bekerja ke luar negeri. 

"Negara hadir untuk melindungi kalian, para PMI. Negara tidak menghalangi untuk bekerja ke luar negeri, tapi berangkatlah secara resmi. Ikuti pelatihan keterampilan dan pelatihan bahasa, mendaftar di perusahaan yang resmi, sehingga kalian semua berada dalam radar perlindungan negara. Kalau berangkat tidak resmi, akan bisa diperlakukan seenaknya di negara orang karena dianggap ilegal," ungkap Benny. 

Benny juga menyampaikan bahwa sinergi kolaborasi dari semua stakeholder di Indonesia sangat diperlukan. Pemulangan PMI di Tanjungpinang telah membuktikan pentingnya sinergi kolaborasi tersebut dengan hadirnya Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad, di Pelabuhan Sri Bintan Pura, juga kerja sama dengan Kementerian Sosial RI melalui kehadiran Kepala Dinas Sosial Pemprov. Kepulauan Riau, Doliara Siregar, dalam penanganan PMI di RPTC. Tak kalah penting juga hadirnya Deputi Direktur BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Sumbarriau, Pepen S. Almas. 

"Kami siap berkolaborasi dalam hal pelindungan bagi PMI. Selama ini kami sudah melindungi PMI yang gagal berangkat, kehilangan barang, pengobatan karena kecelakaan kerja, bahkan beasiswa untuk anak-anak PMI. Premium yang kami terapkan hanya Rp. 370.000 untuk 31 bulan, atau Rp. 12.000 per bulan, dan sudah bisa meng-cover semua itu," jelas Pepen. 

Kepala BP2MI juga tak lupa menyampaikan bahwa masih banyak peluang kerja di negara lain, yang lebih aman dan lebih besar gajinya, seperti di Jepang dan Korea. 

"Kalau mau bekerja bisa juga ke Jepang yang gaji standarnya mencapai Rp 22 juta, atau di Korea bisa mencapai Rp 20 juta. Mengenai biaya, saat ini sudah ada skema peminjaman KUR hingga Rp 25 juta bagi PMI. Yang penting memiliki keterampilan, kemampuan bahasa, dan berangkat secara resmi. Jadi sejak sebelum berangkat sudah dilindungi oleh negara karena semua terdata dalam sistem kami. Seperti yang selalu disampaikan oleh Presiden Jokowi untuk lindungi PMI dari ujung rambut sampai ujung kaki," pungkas Benny. ** (Humas/MIT)