Saturday, 20 April 2024

Berita

Berita Utama

Tinjau Langsung 14 ABK Long Xing 629, Kepala BP2MI: Bila Terbukti Ada Pelanggaran, Tak Segan Kita Tindak

-

00.05 12 May 2020 1606

Tinjau Langsung 14 ABK Long Xing 629, Kepala BP2MI: Bila Terbukti Ada Pelanggaran, Tak Segan Kita Tindak

Jakarta, BP2MI (12/5) - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani meninjau kondisi 14 Anak Buah Kapal (ABK) kapal ikan Long Xing 69 berbendera Tiongkok di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Kementerian Sosial, Bambu Apus Jakarta Timur, Senin, (11/05). Sebelumnya, ke-14 ABK ini tiba di tanah air pada Jumat (8/5) lalu dari Korea Selatan.

Benny menyampaikan bahwa negara tidak akan tinggal diam terhadap persoalan yang terjadi pada warga negaranya, termasuk para ABK yang sedang ramai menjadi perbincangan akhir-akhir ini. Untuk itu, guna memastikan kondisi ABK dan mendapatkan informasi langsung kejadian di kapal Long Xing 629, kapal berbendera China, Ia berbincang langsung dengan ke 14 ABK untuk mengetahui kondisi mereka. Ia menambahkan bahwa apa yang disampaikan para ABK ini sangat penting, dan BP2MI tidak segan-segan melaporkan kepada pihak yang berwenang bila diduga kuat ada pelanggaran.

"Ini pelanggaran yang sangat berat, saya di internal BP2MI sudah membentuk tim investigasi yang diketuai oleh Deputi Perlindungan BP2MI, Anjar Prihantoro. Tim inilah yang nantinya akan melakukan tugas-tugas mengumpulkan informasi, agar proses hukum bisa dilakukan kepada perusahaan yang memberangkatkan ABK ini," tegas Benny.

Ia juga mengatakan, "Pemerintah tidak boleh takut dengan perusahaan. Bendera merah putih harus lebih tinggi dari bendera perusahaan, dan negara harus mementingkan nasib para ABK dari pada perusahaan yang berlaku curang dan jahat".

Menjawab pertanyaan Kepala BP2MI, Cheri salah satu perwakilan ABK asal Sulawesi Selatan mengungkapkan bahwa gaji mereka dibayar tidak sesuai dengan kontrak kerja, bahkan ada juga dari mereka yang tidak menerima gaji sama sekali.

"Kami merasakan adanya diskriminasi dibandingkan dengan ABK dari negara lain, baik untuk urusan makan, minum, mandi, bekerja, bahkan mendapat perlakukan kekerasan dari pemilik kapal. Kami juga harus bekerja sampai 18 jam sehari dan hanya diberikan waktu istirahat yang sedikit," jelasnya.

Cheri mengungkapkan, proses perekrutan mereka oleh perusahaan selalu dipindah-pindah ke perusahan yang lain. "Ternyata perusahan ini memberangkatkan kami secara mandiri. Kami disuruh tanda tangan kontrak di perusahaan itu, padahal kami tidak paham soal kontraknya,” ungkapnya.

Benny mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri telah mengirimkan nota protes kepada Pemerintah Tiongkok untuk bertanggung jawab mendesak perusahaan yang memberangkatkan para ABK untuk membayarkan hak-hak mereka, dan juga memberikan sanksi terhadap perusahaan atas apa yang telah dilakukan kepada para ABK.

Setelah proses penyelidikan kasus ini selesai, para ABK akan dipulangkan kembali hingga ke kampung halaman. Benny menyarankan para ABK untuk dapat mengikuti program pelatihan kewirausahaan yang diberikan oleh UPT BP2MI yang ada di daerah asal mereka, sehingga mereka dapat menjadi entrepreneur sukses yang dapat menyejahterakan keluarga.***(Humas BP2MI)