Friday, 5 July 2024

Berita

Berita Utama

Bahas Isu Pendidikan Anak Pekerja Migran Indonesia di Tawau Malaysia, Konsul RI Tawau Temui BP2MI

-

00.07 2 July 2024 200

Bahas Isu Pendidikan Anak Pekerja Migran Indonesia di Tawau Malaysia, Konsul RI Tawau Temui BP2MI

Jakarta, BP2MI (2/7)   Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menerima audiensi dari Konsul RI di Tawau Malaysia, Aris Heru Utomo, di kantor BP2MI Jakarta Selatan,  Selasa (2/7/2024).

Audiensi tersebut membahas tindak lanjut kunjungan kerja BP2MI ke Tawau, Malaysia pada 14 Juni 2024 lalu, dalam rangka penempatan Pekerja Migran Indonesia secara nonprosedural di daerah perbatasan, serta meninjau sekolah bagi anak-anak dari Pekerja Migran Indonesia yang bekerja di sana.

Kepala BP2MI, Benny Rhamdani mengpresiasi kepada rekan-rekan dari Aris Heru Utomo, seluruh jajaran Konsulat RI di Tawau Malaysia atas bimbingan dan pendampingannya selama di Tawau, Malaysia.

“Kami mendapat pengetahuan dan wawasan baru tentang penyeberangan Pekerja Migran Indonesia secara nonprosedural di Sebatik, serta bagaimana kenyataan di lapangan tentang pendidikan anak-anak dari Pekerja Migran Indonesia di Malaysia,” ujarnya.

Dalam segi pendidikan anak Pekerja Migran Indonesia, Benny menyatakan kekhawatirannya tentang kelompok radikal yang dinilainya lihai dalam persuasi dan mencari celah untuk menyebarkan ideologi kekerasan mereka.

“Anak-anak tersebut di Malaysia secara kewarganegaraan masih berstatus Warga Negara Indonesia (WNI), namun mereka tidak hafal Pancasila, bahkan bendera merah putih secara yurisdiksi negara, tidak bisa berkibar di lapangan sekolah di Malaysia. Hal itu dapat menjadi pintu masuk paham ekstremisme,” ungkap Benny.

Fakta selanjutnya yang didapatnya adalah, sebagian sekolah untuk anak Pekerja Migran Indonesia dibangun atas kebesaran hati perusahaan pengguna jasa Pekerja Migran Indonesia seperti KL-Kepong Berhad Plantation. Artinya, tidak ada andil sama sekali dari pemerintahan Malaysia terhadap sebagian sekolah untuk anak Pekerja Migran Indonesia.

“Kewenangan swasta Malaysia dalam pendidikan untuk anak Pekerja Migran Indonesia ini yang perlu kita soroti. Kondisi sekolah Indonesia di Tawau, Malaysia Timur belum tentu sama seperti di Malaysia Barat,” ucapnya.

Benny menegaskan, tata kelola pelindungan Pekerja Migran Indonesia di hulu lebih penting daripada penanganan di hilir.

“Saya tentu tidak ingin rekan-rekan di Konsulat hanya menjadi pemadam kebakaran jika ada permasalahan Pekerja Migran Indonesia. Setidaknya, BP2MI harus menempatkan atase ketenagakerjaan di tiap-tiap negara penempatan untuk melaporkan kondisi nyata yang terjadi di lapangan,” pungkas Benny.

Konsul RI di Tawau Malaysia, Aris Heru Utomo, mengungkapkan bahwa kunjungan kerja lembaga negara RI di Tawau mengenai pendidikan anak Pekerja Migran Indonesia adalah yang pertama kali.

“Lazimnya, kunjungan kerja ke Tawau membahas tentang sektor ekonomi saja. Maka dari itu, saya juga turut apresiasi catatan dari Pak Benny tentang penyeberangan tidak resmi Calon Pekerja Migran Indonesia melalui jalur laut, serta permasalahan pendidikan anak Pekerja Migran Indonesia di Malaysia,” ungkapnya.

Aris juga turut menyoroti persoalan regulasi pendidikan anak Pekerja Migran Indonesia yang harus di revisi sesuai tuntutan zaman. Hal itu menyebabkan pendidikan anak-anak Indonesia di Tawau hanya sampai pada SMP saja.

“Regulasi tersebut mengikut peraturan yang dibentuk pada 2011 lalu. Nasib anak-anak yang mempunyai cita-cita ingin melanjutkan sekolah melewati jenjang SMA, sampai ke sekolah tinggi, ataupun sekolah kedinasan, menjadi tidak pasti,” ujar Aris.

Sebelum menjadi Konsul RI Tawau, Aris pernah menjadi Direktur Pengkajian Materi Pembinaan Ideologi Pancasila BPIP, menyatakan bahwa pendidikan Pancasila kepada WNI di luar negeri sendiri masih belum optimal, karena menurutnya sesama lembaga negara di RI, membutuhkan kerja sama sesuai wewenangnya.

“Solusinya adalah menyisipkan pendidikan Pancasila dan kebangsaan di tempat dimana anak-anak Pekerja Migran Indonesia tersebut sekolah. Tentu kita harus bekerja sama dengan berbagai pihak seperti Kemendikbud dan Kemenlu,” ungkapnya.

Aris menyadari bahwa hanya 1/3 anak dari Pekerja Migran Indonesia yang mendapat beasiswa. Sedangkan tren penempatan kerja ke Malaysia semakin naik. Otomatis jumlah siswa Indonesia di Malaysia juga naik. 

“Jika revisi peraturan pendidikan anak dari Pekerja Migran Indonesia tidak dilakukan, maka semakin kecil kesempatan pendidikan layak bagi anak Pekerja Migran Indonesia. Semoga dari pertemuan ini, akan tercipta pertemuan-pertemuan berikutnya yang menjadi kesepakatan bersama memperbaiki taraf hidup Pekerja Migran Indonesia dan keluarganya,” tutup Aris. (Humas)