Menteri P2MI Beberkan Persoalan Mendesak Pekerja Migran Indonesia Saat Bertemu Menteri SDM Malaysia, Tolong Diperhatikan!
-

Menteri P2MI Beberkan Persoalan Mendesak PMI Saat Bertemu Menteri SDM Malaysia, Tolong Diperhatikan!
Kuala Lumpur, KemenP2MI (24/5) - Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, mengungkap berbagai persoalan mendesak yang dihadapi pekerja migran Indonesia di Malaysia, khususnya di sektor perkebunan.
Hal itu disampaikan Karding dalam pertemuan bilateral dengan Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia, Steven Sim Chee Keong di Kuala Lumpur, Sabtu (24/5/2025). Salah satu sorotan utama adalah masih rendahnya upah yang diterima PMI, bahkan di bawah ambang kebutuhan hidup layak (living wage) di negara bagian Sabah.
“Hasil studi Koalisi Buruh Migran Berdaulat pada Februari 2025 menunjukkan mayoritas Pekerja Migran Indonesia di perkebunan hanya menerima upah di bawah MYR 2.540 per bulan (Sekitar Ro9 Juta lebih). Ini jelas belum memenuhi standar hidup layak,” kata Karding.
Selain upah, Menteri Karding menyoroti praktik rekrutmen yang masih jauh dari kata transparan dan menyalahi kesepakatan antara dua negara.
“Masih banyak pekerja dibebani biaya rekrutmen tinggi, padahal Indonesia dan Malaysia sudah menyepakati skema zero cost recruitment. Ketidakpatuhan ini justru memperpanjang rantai utang dan kerentanan mereka,” ujarnya.
Masalah makin kompleks dengan tingginya jumlah Pekerja Migran Indonesia yang bekerja tanpa dokumen resmi. Karding menyebut, sekitar 90 persen Pekerja Migran Indonesiadi sektor perkebunan Sabah tidak memiliki dokumen keimigrasian yang sah.
“Ini sangat mengkhawatirkan. Mereka jadi rentan terhadap eksploitasi, kriminalisasi, dan kesulitan mengakses perlindungan hukum maupun layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan,” tegasnya.
Ia menilai, legalitas pekerja migran seharusnya menjadi bagian dari kerangka pengawasan ketenagakerjaan di Malaysia. Karding juga menyoroti lemahnya pengawasan dari otoritas ketenagakerjaan Malaysia, terutama di kawasan pedalaman. Akibatnya, banyak pelanggaran hak dasar pekerja yang luput dari pantauan.
“Pengawasan terbatas membuka celah pelanggaran terhadap Akta Kerja 1955 dan standar ketenagakerjaan nasional Malaysia,” jelasnya.
Lebih menyedihkan lagi, minimnya akses pendidikan dan tidak adanya dokumen membuat banyak anak Pekerja Migran Indonesia terpaksa ikut membantu orang tua mereka di perkebunan.
“Anak-anak ini akhirnya ikut bekerja. Ini melanggar prinsip perlindungan anak dan standar ketenagakerjaan yang adil,” tambah Karding.
Menteri Karding berharap pemerintah Malaysia bisa memfasilitasi skema legalisasi massal bagi PMI tak berdokumen, terutama di sektor perkebunan. Ia juga mengusulkan pembentukan tim teknis bersama yang bertugas mendesain mekanisme pendataan, pemutihan, dan perlindungan hukum bagi para pekerja migran Indonesia. ** (Humas)