Sunday, 22 December 2024
logo

Berita

Berita Utama

Cerita Cak Sukri, Purna Pekerja Migran Sukses dengan Omset Rp 50 Juta Perbulan

-

00.12 20 December 2024 34

Cerita Cak Sukri, Purna Pekerja Migran Sukses dengan Omset Rp 50 Juta Perbulan

Jember, KP2MI (20/12) – Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI), Hadi Wahyuningrum kunjungi tempat usaha Pekerja Migran Indonesia (PMI)  Purna yang sukses di Watu Ulo, Jember, Jumat (20/12/2024).

Pekerja Migran Purna sukses tersebut bernama Subakri Firdaus, yang pernah bekerja di Malaysia sejak tahun 1995.

Selama di Malaysia, Subakri, atau yang kerap disapa Cak Sukri bekerja di bidang konstruksi dan hospitality. Sekembalinya dari Malaysia, Cak Sukri membuka usaha sendiri berupa toko sembako dan membangun koperasi.

“Tapi tidak banyak orang tahu, jatuh bangun membangun usaha sampai jadi kedai seperti ini, jalannya nggak mulus. Sebelum jadi kedai ini, bahkan harus nguruk tanah sendiri,” ucapnya.

Di depan awak media dan Komunitas Keluarga Buruh Migran Indonesia (KKBM) Jember, Cak Sukri menyatakan tidak akan kembali lagi bekerja ke Malaysia. Karena dengan usahanya yang sekarang, Ia mempunyai omzet 40-50 juta per bulannya.

“Dari uang hasil kerja dan menabung, saya dan istri saya kebetulan punya pengalaman memasak seafood. Nah kalau saya kembali ke Malaysia, belum tentu saya dapat gaji lebih banyak dari yang saya dapat sekarang,” ujarnya.

Kepala Biro Hukum dan Humas KP2MI, Hadi Wahyuningrum, kemudian membuka sesi sharing di depan Komunitas Keluarga Buruh Migran Indonesia (KKBM) Jember, tentang apa saja keresahan yang dialami oleh para pekerja migran  purna asal Jember dan keluarganya.

“Kami di pusat berikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Cak Sukri dan komunitas. Sebenarnya kami ingin menerima masukan dan sharing tentang apa saja keresahan kawan-kawan tentang pelindungan pekerja migran saat ini,” ungkap Wahyuningrum yang kerap disapa Yayuk tersebut.

Sharing dan masukan tersebut, menurut Yayuk akan didata dan ditindaklanjuti di pusat dengan pembentukan regulasi baru.

“Contohnya, dari data yang akan kami kumpulkan, jika di Jember dekat dengan laut, maka pemberdayaan akan berkutat pada pengolahan hasil laut, dan sebagainya,” ungkapnya.

Kawan-kawan KKBM menurut Yayuk juga bermanfaat bagi lembaga pemerintahan, karena mereka lah ujung tombak pelindungan dan pemberdayaan di daerah pelosok.

“Banyak laporan juga kawan-kawan komunitas yang menerima aduan dan membantu calon pekerja migran yang diperas oleh oknum, maupun membantu berikan pelatihan keahlian. Hal ini membuktikan bahwa lembaga pemerintah tidak dapat bekerja sendirian, kolaborasi adalah solusinya,” pungkas Yayuk.*