Kepala BP2MI Sebut Magang Bukanlah Skema Penempatan Pekerja Migran Indonesia
Kepala BP2MI Sebut Magang Bukanlah Skema Penempatan Pekerja Migran Indonesia
Jakarta, BP2MI (3/4) – Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menyebutkan dalam skema penempatan Pekerja Migran Indonesia, tidak terdapat model magang sebagai opsi skema bekerja ke luar negeri.
"BP2MI tidak memiliki kewenangan untuk mengurus kendala dan permasalahan yang dihadapi para pemagang di luar negeri," ujarnya dalam rapat Koordinasi Penyelarasan Program Magang Luar Negeri di Kementerian Koordinator (Kemenko) Pembangunan Manusia dan Kemanusiaan (PMK), Selasa, (3/4/2024).
Benny menuturkan model penempatan magang ini sangat rentan, dimana terdapat banyak temuan hak yang diterima para pekerja magang tidak sama haknya dengan pekerja lokal, jam kerja sangat tidak ideal, serta pekerjaan yang dijanjikan tidak sesuai dengan kenyataan.
“Ada 5 (lima) skema penempatan Pekerja Migran Indonesia yakni Government to Government (G to G), Private to Private (P to P), Government to Private (G to P), Untuk Kepentingan Perusahaan Sendiri (UKPS) dan Mandiri. Magang tidak termasuk ke dalam skema penempatan Pekerja Migran Indonesia," jelas Benny.
Kepala BP2MI mengkhawatirkan nantinya status mereka berubah menjadi Pekerja Migran yang ilegal. Ketika selesai magang, tidak pulang ke Indonesia dan lanjut bekerja di luar negeri. Mereka juga tidak terdeteksi dalam SISKOP2MI, dan berada di luar radar pelindungan negara.
Benny menjelaskan, dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 secara terminologis telah menjelaskan mengenai siapa yang disebut sebagai Pekerja Migran Indonesia.
“BP2MI memiliki peran untuk memberikan pelindungan menyeluruh kepada Pekerja Migran Indonesia dan keluarganya, dari mulai sebelum, selama dan sesudah bekerja di luar negeri. Namun, terdapat problematika ketika berbicara mengenai program magang, yang di sisi lain para pemagang bekerja di luar negeri tanpa memenuhi persyaratan sesuai Undang-undang No. 18 Tahun 2017 tentang pelindungan Pekerja Migran Indonesia," ungkapnya.
Deputi VI Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama, Kemenko PMK, Profesor Warsito menyampaikan, apresiasi atas kehadiran dari para pemangku kepentingan dalam upaya peningkatan tata kelola dan penyelarasan pemagangan.
“Rapat ini bukanlah semata-mata merespon permasalahan ferienjob (magang negara Jerman) kemarin. Ini adalah suatu hal yang sejak lama dibahas dan kita harus bersama-sama memformulasikan kebijakan program magang secara komperhensif,” terangnya
Warsito menambahkan, dalam siklus Pendidikan dan pelatihan vokasi didasarkan pada status siswa atau mahasiswa, fresh graduate, Pencari Kerja, serta upskilling dan reskilling yang salah satunya dapat dilakukan di tempat magang, baik di dalam maupun luar negeri.
“Ini yang kita harapkan usia produktif kita, agar daya saing dan produktifitas sumber daya kita naik. Oleh karena itu tujuan pemagangan ke luar negeri pada dasarnya sangat mulia. Terdapat opsi-opsi bagi usia produktif kita setelah pemagangan. Apakah akan lanjut kerja di luar atau di dalam, berwirausaha atau studi lanjut baik di dalam maupun di luar negeri," ujarnya.
Lanjut Warsito, terdapat tiga tujuan dari Rapat ini, yakni menyamakan persepsi dari seluruh kementerian/Lembaga mengenai program magang di luar negeri, brainstorming mengenai perlunya penyelarasan regulasi tentang program magang dengan regulasi pelindungan warga negara dan tenaga kerja Indonesia di luar negeri, serta mengidentifikasi persoalan yang terjadi dalam penyelenggaraan program magang yang dilakukan di luar negeri.*(Humas)