Tindak Lanjuti Arahan Presiden Jokowi, BP2MI Dalami Kendala SDM Calon Pekerja Migran Indonesia
-
Jakarta, BP2MI (24/4) – Seluruh jajaran Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) selenggarakan Rapat Pimpinan (Rapim) di Command Center BP2MI, Rabu (24/4/2024).
Kepala BP2MI, Benny Rhamdani mengungkapkan, dalam rapim ini penempatan Pekerja Migran Indonesia menjadi sorotan khusus dari rapim sebelumnya yang membahas spesifik tentang pelindungan.
“Saya ingin menyelami pertanyaan Presiden Jokowi pada 3 Agustus 2023 lalu, tentang jomplang-nya peluang kerja, atau job order, dengan penempatan Pekerja Migran Indonesia. Kemudian Presiden Jokowi bertanya, apakah SDM Calon Pekerja Migran Indonesia secara keahlian dan keterampilan masih kurang? Siapa yang bertanggung jawab atas hal itu?” ungkapnya.
Dari data yang dimiliki oleh Pusat Data dan Informasi BP2MI, Benny memperlihatkan pada tahun 2021, terdapat peluang kerja sebanyak 500 ribu lebih, sedangkan penempatan Pekerja Migran Indonesia hanya sejumlah kurang lebih sekitar 72.000.
Pada tahun berikutnya, terdapat 1.3 juta peluang kerja di tahun 2022 dengan jumlah penempatan Pekerja Migran Indonesia sebanyak sekitar 200 ribu saja. Sedangkan pada tahun 2023 terdapat 1.4 juta peluang kerja dengan penempatan Pekerja Migran Indonesia hanya sebanyak sekitar 240 ribu.
“Dari data di atas, dapat ditarik kesimpulan Pekerja Migran Indonesia hanya dapat memenuhi persyaratan bekerja di luar negeri sebanyak 16% dari total peluang kerja di luar negeri. Ketimpangan tersebut menjadi pertanyaan Presiden, apa yang menyebabkan pekerjaan luar negeri tidak dapat diraih? Sedangkan banyak masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri,” ungkap Benny
Untuk membedah kendala tersebut, Benny kemudian memaparkan draft, diagram teknis, dengan tujuan revolusi tata kelola penempatan.
Dalam diagram yang dipaparkannya, Benny memetakan para stakeholder, yakni para lembaga negara pemegang wewenang yang bertindak sebagai regulator (Kemnaker, Kemenlu, BP2MI, dan sebagainya), Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) serta Lembaga Pelatihan Kerja (LPK), dan Lembaga Pendidikan.
“Saya menyebutnya golden-triangle revolusi ketenagakerjaan. 3 pihak yaitu, Negara, P3MI atau LPK, dan Lembaga Pendidikan, akan kita dalami batas kewenangan mereka, kemudian rumuskan, apa sikap BP2MI untuk meningkatkan tata kelola yang masih terkendala. Misalnya, apakah pendidikan vokasi perlu diwajibkan? Ataukah perlu dibentuk rujukan teknis pengawasan pelatihan kepada Calon Pekerja Migran Indonesia?” ujarnya.
Data-data resmi Pekerja Migran Indonesia pada masing-masing lembaga negara berwenang, lanjut Benny, meskipun masih belum sempurna, tetap dapat menggambarkan pemetaan kecenderungan Pekerja Migran Indonesia seperti, negara penempatan paling banyak dituju, kasus yang sering ditemui, daerah asal Pekerja Migran Indonesia terbesar, dan lain sebagainya.
“Tetapi data tersebut masih dalam skema Government to Government (G to G). Kita masih tidak punya data dari masing-masing P3MI dengan skema Private to Private (P to P) maupun skema lainnya. Pemetaan data total ini yang diinginkan oleh Presiden Jokowi untuk dikaji,” tutur Benny.
Benny menyarankan agar segera diselenggarakan Focus Group Discussion yang akan mengkaji tentang skema G to G yang sedang aktif pada saat ini, kemudian evaluasi pembebasan biaya penempatan, pendalaman teknis tentang persyaratan penempatan oleh Arab Saudi, serta bagaimana sikap BP2MI tentang program magang luar negeri.
“Paling tidak, jika berbagai kendala tersebut masih belum mendapatkan titik temu dan penyelesaian, sejarah akan mendokumentasikan apa saja perjuangan yang dilakukan BP2MI selama ini,” tutup Benny. (Humas)